BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rentang waktu dan sejarah yang panjang, manusia pernah sangat mengagungkan kemampuan otak dan daya nalar (IQ), bahkan sampai saat ini. Kemampuan berfikir dianggap sebagai primadona. Potensi diri yang lain diabaikan. Pola pikir dan cara pandang yang demikian telah melahirkan manusia terdidik dengan otak yang cerdas tetapi sikap, perilaku dan pola hidup sangat kontras dengan kemampuan intelektualnya. Banyak orang yang cerdas secara akademik tetapi gagal dalam pekerjaan dan kehidupan sosialnya. Mereka memiliki kepribadian yang terbelah. Di mana tidak terjadi integrasi antara otak dan hati. Kondisi tersebut pada gilirannya menimbulkan krisis multi dimensi yang sangat memprihatinkan.
Fenomena tersebut telah menyadarkan kita bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kemampuan otak dan daya pikir semata, malah lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Tentunya ada yang salah dalam pola pembangunan SDM selama ini, yakni terlalu mengedepankan IQ dengan mengabaikan EQ dan SQ. Oleh karena itu kondisi demikian sudah waktunya diakhiri, di mana pendidikan harus diterapkan secara seimbang, dengan memperhatikan dan memberi penekanan yang sama kepada IQ, EQ dan SQ. Hal inilah yang melatarbelakangi pembuatan makalah ini, dimana seseorang harus mengenal IQ, EQ, SQ dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan. Oleh karena itu, kami mengangkat makalah dengan judul “Mengenal IQ, EQ, dan SQ, serta Penerapannya dalam Kehidupan” ditujukan semata-mata untuk memberikan gambaran bagaimana mengenal IQ, EQ, dan SQ, serta bagaimana menyeimbangkan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang tersebut, maka masalahnya akan dirumuskan secara terperinci untuk mempermudah dalam merumuskan tujuan penulisan yang hendak dicapai. Adapun rumusan masalah penulisan adalah sebagai berikut :
ü Apakah kecerdasan itu ?
ü Apa pengertian IQ, EQ, dan SQ ?
ü Bagaimana hubungan antara IQ, EQ, dan SQ ?
ü Bagaimana menyeimbangkan IQ, EQ, dan SQ dalam perspektif Islam?
ü Bagaimana penerapan IQ, EQ, dan SQ dalam kehidupan ?
ü Bagaimana peran IQ, EQ, dan SQ pada kesuksesan seseorang ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kecerdasan
a. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus. Dalam hal ini, sudah sepantasnya manusia bersyukur, meski secara fisik tidak begitu besar dan kuat, namun berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan dan peradaban hidupnya.
Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan. Dalam hal ini, C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk (1975) mengemukan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu :
(1) kemampuan untuk belajar;
(2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh;
(3) kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan, diantaranya :
1. Lingkungan
2. Biologis
3. Budaya
4. Bahasa
5. Masalah Etika
c. Macam-macam Kecerdasan
Menurut Thomdike, kecerdasan manusia terbagi menjadi tiga, yaitu :
ü Kecerdasan Abstrak : Kemampuan memahami simbol matematika atau bahasa.
ü Kecerdasan Konkret : Kemampuan memahami objek nyata.
ü Kecerdasan Sosial : Kecerdasan untuk memahami dan mengelola hubungan manusia yang dikatakan menjadi akar istilah kecerdasan emosional.
Charles Handy menyebutkan bermacam-macam kecerdasan, diantaranya : Kecerdasan Logika (menalar dan menghitung), Kecerdasan Praktek (kemampuan mempraktekkan ide), Kecerdasan Verbal (bahasa komunikasi), Kecerdasan Musik, Kecerdasan Intrapersonal (berhubungan ke dalam diri), Kecerdasan Interpersonal (berhubungan ke luar diri dengan orang lain) dan Kecerdasan Spasial.
Pakar Psikologi Howard Gardher dan Associates mengatakan bahwa bermacam-macam kecerdasan manusia diantaranya : Kecerdasan Visual / Spasial, Kecerdasan Natural (kemampuan untuk menyelaraksan diri dengan alam), atau Kecerdasan Linguistik (kemampuan membaca, menulis, berkata-kata), Kecerdasan Logika (menalar atau menghitung), Kecerdasan Kinestik / Fisik (kemampuan mengolah fisik seperti penari, atlet, dll), Kecerdasan sosial yang dibagi menjadi Intrapersonal dan Interpersonal.
B. IQ , EQ , dan SQ
Kecerdasan yang paling utama dimiliki manusia adalah Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EQ), dan Kecerdasan Spiritual (SQ). Berikut penjelasan secara rinci tentang kecerdasan-kecerdasan tersebut.
a. Intelligent Quotient ( IQ )
1. Pengertian
Kecerdasan Intelektual atau Inteligensi adalah kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan menggunakan alat-alat berpikir. Kecerdasan ini ditemukan pada tahun 1912 oleh William Stem yang digunakan sebagai pengukur kualitas seseorang. Kecerdasan ini terletak di otak bagian Cortex (kulit otak ). Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk berhitung, beranalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi.
Ada dua faktor inteligensi yang terdapat pada seseorang, yaitu :
ü General Ability : Kemampuan yang terdapat pada semua individu tapi dengan tingkatan yang berbeda satu sama lainnya.
ü Special Ability : Kemampuan yang berkaitan dengan bidang tertentu.
2. Klasifikasi Inteligensi
a). Tes Inteligensi
Untuk mengetahui IQ (Intelligence Quotient) seseorang, dilakukan tes inteligensi. Tes inteligensi menghasilkan IQ. IQ menggambarkan tingkat inteligensi. Cara penentuan IQ adalah berdasar CA (chronological age, usia kronologis) dan MA (mental age, umur mental). MA adalah skor mentah yang diperoleh berdasar tes inteligensi.
b). Inteligensi rata-rata orang
Inteligensi sebagian besar orang tergolong average (rata-rata). Mereka dapat memperoleh penjelasan yang rasional. Dalam keadaan sakit, kecerdasan orang tak dapat berfungsi penuh. Perlu petunjuk yang praktis, tanpa penafsiran yang macam-macam. Banyak yang mempengaruhi intelegensi, antara lain: amnesia (lupa terhadap pengetahuan masa lalu). Orang yang kecelakaan dimungkinkan untuk menurun inteligensinya serta stroke juga mempengaruhi inteligensi seseorang.
b. Emotional Quotient ( EQ )
Kecerdasan emosi adalah kapasitas, kemampuan, dan ketrampilan untuk menangkap atau menilai serta mengendalikan emosi diri sendiri, orang lain, dan kelompok. Akan tetapi, definisi akurat kecerdasan emosi masih merupakan rahasia yang belum terungkap dan masih berubah-ubah. Kecerdasan emosi merupakan suatu bangunan yang tersusun atas lima dimensi. Kelima dimensi itu adalah pengetahuan, pengelolaan hubungan, motivasi diri, empati dan pengendalian perasaan atau emosi. Kecerdasan ini di otak berada pada otak belakang manusia. Kecerdasan ini memang tidak mempunyai ukuran pasti seperti IQ, namun kita bisa merasakan kualitas keberadaannya dalam diri seseorang. Oleh karena itu EQ lebih tepat diukur dengan feeling.
Kecerdasan emosi penting untuk menangani situasi yang bermuatan emosi, suatu kondisi yang sering terjadi. Ini barangkali adalah bagian yang paling sulit dalam pengembangan kecerdasan seseorang. Muatan dari emosi negatif serta dampak dari kepercayaan diri, keberanian, dan kejujuran dapat diperoleh denganbaik melalui kecerdasan emosi. Keterampilan mengembangkan dan memanfaatkan kecerdasan emosi akan membentuk seperangkat kemampuan pokok yang mempengaruhi banyak isu bisnis yang vital bagi sensasi individu serta keberhasilan organisasi. Kecerdasan emosi merupakan faktor yang paling jelas mengatur pola kehidupan. Kecerdasan ini penting dalam pengelolaan emosi yang diperlukan untuk dapat membangun pola yang berhasil. Pengembangan kecerdasan emosi sangat penting bagi keberhasilan tingkah laku dan organisasi. Kecerdasan emosi merupakan penentu dalam pembentukan serta keberhasilan hubungan di masyarakat. Kecerdasan ini juga dapat menghilangkan perasaan takut, cemas, dan marah yang menghambat dalam pengendalian emosi.
Kompetensi utama kecerdasan emosi yang membuat seseorang memiliki kepribadian yang utuh adalah sebagai berikut.
3. Kesadaran akan emosi orang lain: kemampuan mendengarkan, merasakan atau mengintuisikan perasaan orang lain dari kata, bahasa tubuh, maupun petunjuk lain.
4. Kreativitas: berhubungan dengan berbagai sumberdaya non-kognitif yang dapat membantu menyalurkan ide baru, menemukan solusi alternatif dan cara efektif melakukan sesuatu.
5. Kegigihan/fleksibilitas/adaptabilitas: ulet dan tetap berhasrat serta berharap walaupun ada halangan.
6. Hubungan antarpribadi: menciptakan dan mempertahankan hubungan dengan orang-orang yang bersama kita supaya menjadi
realitas yang utuh.
realitas yang utuh.
7. Ketidakpuasan konstruktif: kemampuan tetap tenang dan
fokus dengan emosi yang tidak meningkat sekalipun dalam perselisihan.
fokus dengan emosi yang tidak meningkat sekalipun dalam perselisihan.
8. Wawasan/ Optimisme: positif dan optimistik.
9. Belas kasihan/ empati: kemampuan berempati dan menghargai perasaan orang lain.
10. Intuisi: kemampuan mengenali, mempercayai, dan menggunakan perasaan kuat yang muncul dari dalam, serta respons kognitif lain yang dihasilkan oleh indera, emosi, pikiran, dan tubuh.
11. Kesengajaan: mengatakan apa maksud dan tekad untuk melaksanakan apa yang kita katakan; bersedia tahan terhadap gangguan dan godaan agar dapat bertanggung jawab atas segala tindakan dan sikap.
12. Radius kepercayaan: mempercayai bahwa seseorang itu “baik”, namun tidak juga terlalu mempercayai seseorang.
13. Kekuatan pribadi: yakin dapat menghadapi segala tantangan dan hidup sesuai dengan pilihan.
c. Spiritual Quotient ( SQ )
1. Pengertian
Kata spiritual memiliki akar kata spirit yang berarti roh. Kata ini berasal dari bahasa Latin, spiritus, yang berarti napas. Roh bisa diartikan sebagai energi kehidupan, yang membuat manusia dapat hidup, bernapas dan bergerak. Spiritual berarti pula segala sesuatu di luar fisik, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter kita.
Kecerdasan spiritual berarti kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami diri seseorang sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dari alam semesta. Dengan memiliki kecerdasan spiritual berarti bisa memahami sepenuhnya makna dan hakikat kehidupan yang kita jalani dan ke manakah kita akan pergi.
Kecerdasan spiritual diyakini sebagai kecerdasan yang paling utama dibandingkan dengan berbagai jenis kecerdasan yang lain. Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah Kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu Kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik), serta berprinsip “hanya karena Allah”. Kecerdasan spiritual melintasi batas agama (religion). Meski demikian, pemaknaan yang mendalam dan lurus terhadap agama yang dianut akan menjadi landasan yang kuat bagi tumbuh dan berkembangnya suara hati dalam diri manusia.
2. Ciri-ciri SQ Tinggi
Zohar dan Marshall memberikan gambaran bagaimana tanda-tanda orang yang memiliki SQ tinggi, yaitu :
a) Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif).
b) Tingkat kesadaran yang tinggi.
c) Kemampuan menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
d) Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa takut.
e) Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.
f) Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu.
g) Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan holistik).
h) Kecenderungan nyata untuk bertanya: “mengapa?” atau “bagaimana jika?” untuk mencari jawaban yang mendasar
i) Pemimpin yang penuh pengabdian dan bertanggungjawab.
j) Kemampuan menghayati keberadaan Tuhan.
k) Memahami diri secara utuh dalam dimensi ruang dan waktu
l) Memahami hakekat di balik realitas.
m) Menemukan hakikat diri
n) Tidak terkungkung egosentrisme.
o) Memiliki rasa cinta.
p) Memiliki kepekaan batin.
q) Mencapai pengalaman spiritual: kesatuan segala wujud, mengalami realitas non-material (dunia gaib).
C. Hubungan Antara IQ, EQ, dan SQ
a. Bagaimana IQ saja tanpa EQ ?
Banyak di dunia ini hanya diukur dari kecerdasan IQ saja. Padahal menurut penelitian para pakar, kecerdasan IQ hanya menyumbang 5% (maksimal 10%) dalam kesuksesan seseorang. Mulai dari kita belajar di Sekolah Dasar dari sistem NEM sampai kuliah dengan sistem IPK. Bahkan tidak jarang banyak perusahaan yang merekrut seseorang berdasarkan dari test IQ saja. Banyak orang di dunia ini yang pintar namun tidak mampu berkomunikasi secara perasaan kepada orang lain. Begitulah orang yang memiliki IQ tinggi tetapi tidak dibarengi dengan EQ. Bagaikan paku yang pernah dihujam ke sebatang kayu, walaupun bisa dicopot kembali namun lubang itu akan masih tetap ada. Disinilah EQ itu bekerja dan mampu memberikan kesuksesan dalam diri kita. EQ dan komunikasinya yang baik mampu memberikan apresiasi ke dalam diri sendiri dan orang lain. EQ membantu kita menjadi seseorang yang sukses dalam bersosial dan berkehidupan.
b. Bagaimana IQ dan EQ tanpa SQ ?
Telah kita ketahui bahwa IQ dan EQ saling berkaitan serta bagaimana keduanya apabila bekerja bersinergi. Namun apabila kedua kecerdasan tersebut tidak disinergikan dengan SQ maka akan berakibat fatal. SQ sendiri bukanlah untuk menjadi “ahli pertapa”, duduk termenung dan diam menikmati indahnya spiritualitas. Banyak orang cakap dan pintar di dunia ini, salah satunya adalah Hittler. Kita semua mengenal Hittler sebagai pemimpin yang handal. Mampu mempengaruhi sebagian belahan dunia untuk berada di dalam kekuasaannya. Perlu diketahui pula, hittler termasuk salah seorang pempimpin yang hebat dalam hal IQ dan EQ. Buktinya dia mampu dielu-elukan oleh para pengikutnya. Bahkan ada sebuah statemen yang berasal dari dia, “Seribu kebohongan akan menjadi satu kebenaran“. Namun dibalik kejayaannya, dia mempunyai niatan yang buruk. Tujuan yang tidak mulia. Itulah gambaran cakap IQ dan EQ namun tanpa SQ, tidak menyadari makna/value dalam diri serta siapa dirinya dan untuk apa dirinya diciptakan.
Bagaimana dengan koruptor? Tentu saja menjadi seorang koruptor harus memiliki EQ dan IQ yang baik. Dia cerdas dan harus jago berstrategi. Jago bernegosiasi, berkomunikasi, dan mampu merebut hati orang untuk mau diajak berspekulasi dan berkompromi dengannya. Semangat juang tinggi? Tentu, mereka nampak selalu prima dan percaya diri. Namun akhlak dan moralnya? Masih bobrok. Itulah cakap IQ dan EQ namun tidak memiliki SQ. Bahkan menurut sebuah penelitian, kunci terbesar seseorang adalah dalam EQ yang dijiwai dengan SQ. Banyak seseorang yang diPHK dari pekerjaannya bukan karena mereka tidak pintar, bukan karena mereka tidak pintar mengoperasikan sesuatu, bahkan bukan karena ketidak mampuannya berkomunikasi. Tetapi karena tidak memiliki integritas. Tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.
IQ digambarkan sebagai “What I think?“, EQ “What I Feel”, dan SQ adalah kemampuan menjawab “Who I am“. Siapa saya? Dan untuk apa saya diciptakan. Tuhan Maha Adil, sebenarnya kita memiliki semua kecerdasan ini tetapi tidak pernah kita asah bahkan kita munculkan. Untuk menjadi seorang pribadi yang sukses kita harus mampu menggabungkan dan mensinergikan IQ, EQ, dan SQ. Ilmu tanpa hati adalah buta, sedangkan ilmu tanpa hati dan jiwa adalah hampa. Ilmu, hati, dan jiwa yang bersinergi itulah yang memberikan makna.
D. Keseimbangan IQ, EQ dan SQ dalam Perspektif Islam
Kecerdasan intelektual adalah kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio. Berfikir adalah media untuk menambah perbendaharaan/khazanah otak manusia. Manusia memikirkan dirinya, orang-orang di sekitarnya dan alam semesta. Dengan daya pikirnya, manusia berupaya mensejahterakan diri dan kualitas kehidupannya. Pentingnya mendayagunakan akal sangat dianjurkan oleh Islam. Tidak terhitung banyaknya ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW yang mendorong manusia untuk selalu berfikir dan merenung. Redaksi al-Qur'an dan al-Hadis tentang berfikir atau mempergunakan akal cukup variatif. Ada yang dalam bentuk khabariah, insyaiyah, istifham inkary. Semuanya itu menunjukkan betapa Islam sangat concern terhadap kecerdasan intelektual manusia. Manusia tidak hanya disuruh memikirkan dirinya, tetapi juga dipanggil untuk memikirkan alam jagad raya. Dalam konteks Islam, memikirkan alam semesta akan mengantarkan manusia kepada kesadaran akan ke-Mahakuasaan Sang Pencipta (Allah SWT). Dari pemahaman inilah tumbuhnya Tauhid yang murni ."Agama adalah akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal" hendaknya dimaknai dalam konteks ini.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran komitmen, visi, kreatifitas, ketahanan mental kebijaksanaan dan penguasaan diri. Dalam bahasa agama , EQ adalah kepiawaian menjalin "hablun min al-naas". Pusat dari EQ adalah "qalbu". Keharusan memelihara hati agar tidak kotor dan rusak, sangat dianjurkan oleh lslam. Hati yang bersih dan tidak tercemar lah yang dapat memancarkan EQ dengan baik. Di antara hal yang merusak hati dan memperlemah daya kerjanya adalah dosa. Oleh karena itu ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW banyak bicara tentang kesucian hati.
kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah- langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah dalam upaya menggapai kualitas dan ikhlas. Kalau EQ berpusat di hati, maka SQ berpusat pada "hati nurani" (Fuad/dhamir). Mengacu kepada paparan di atas, dapat ditegaskan bahwa Islam memberikan apresiasi yang tinggi terhadap SQ. Tinggal lagi bagaimana manusia memelihara SQ-nya agar dapat berfungsi optimal.
Oleh karena Islam memberikan penekanan yang sama terhadap " hablun min Allah " dan "hablun min al-naas ", maka dapat diyakini bahwa keseimbangan IQ, EQ dan SQ merupakan substansi dari ajaran Islam. Jika selama ini orang Islam sadar atau tidak, turut mengagungkan dan memberi penekanan terhadap pendidikan akal dengan mengenyampingkan pendidikan hati dan hati nurani berarti orang Islam telah mengabaikan semangat dan ajaran agamanya.
keseimbangan IQ, EQ dan SQ merupakan substansi dari ajaran Islam. Dengan IQ, manusia disuruh berfikir untuk hal yang positif, memikirkan kekuasaan Allah sehingga dapat mensyukurinya. Dengan EQ, manusia harus memelihara hati agar tidak kotor dan rusak, serta bersifat terpuji. Dengan SQ, manusia harus menempatkan perilaku dan hidupnya dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, mampu menilai bahwa tindakan mana yang bermanfaat dan tidak menimbulkan kemaksiatan.
E. Penerapan IQ, EQ, dan SQ dalam Kehidupan
Sekarang ini kebanyakan manusia menganggurkan kecerdasan yang mereka miliki. Punya mata hanya untuk melihat tetapi tidak untuk memperhatikan, punya perasaan hanya untuk merasakan tetapi tidak untuk menyadari, punya telinga hanya untuk mendengar tetapi tidak untuk mendengarkan dan seterusnya. Oleh sebab itu, berbagai kecerdasan yang dimiliki haruslah dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan jangan sampai disia-siakan.
IQ, EQ, dan SQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan tentang hidup kita. Seperti yang kita alami setiap hari, keputusan yang kita buat berasal dari berbagai proses, diantaranya :
a. Merumuskan keputusan.
b. Menjalankan keputusan tersebut.
c. Menyikapi hasil pelaksanaan keputusan itu.
Rumusan keputusan itu seyogyanya didasarkan pada fakta yang kita temukan di lapangan realita (apa yang terjadi), bukan berdasarkan pada kebiasaan atau preferensi pribadi suka atau tidak suka.
Kita bisa menggunakan IQ yang menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif, akurat, dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap pilihan keputusan yang ada. Rencana keputusan yang hendak kita ambil merupakan hasil dari penyaringan logika, juga tidak bisa begitu saja diterapkan, semata-mata demi kepentingan dan keuntungan diri kita sendiri. Bagaimana pun, kita hidup bersama dan dalam proses interaksi yang konstan dengan orang lain. Oleh sebab itu, salah satu kemampuan EQ, yaitu kemampuan memahami (empati) kebutuhan dan perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam menimbang dan memutuskan. Kemudian dengan SQ kita dapat menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup apa yang lebih bermakna supaya tidak sia-sia.
Banyak fakta dan dinamika dalam hidup ini yang harus dipertimbangkan. Kita pun sering menjumpai kenyataan, bahwa faktor human touch, turut mempengaruhi penerimaan atau penolakan seseorang terhadap kita (perlakuan kita, ide-ide atau bahkan bantuan yang kita tawarkan pada mereka). Salah satu contoh kongkrit, di Indonesia, budaya “kekeluargaan” sangat kental mendominasi dan mempengaruhi perjanjian bisnis, atau bahkan penyelesaian konflik. Ini merupakan salah satu pengaplikasian orang yang menggunakan IQ, EQ dan SQ dalam mengambil keputusan.
Perlu diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri kita, sehingga tak mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya. Berhubungan dengan orang lain tetap membutuhkan otak dan keyakinan sama halnya dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan perasaan. Meskipun keputusan yang dibuat harus berdasarkan pengetahuan dan keyakinan sekuat batu karang, tetapi dalam pelaksanaannya, perlu dijalankan se-fleksibel orang berenang.
Aplikasi keputusan dengan IQ, EQ, dan SQ ini hanyalah satu dari sekian tak terhitung cara hidup, dan seperti kata Bruce Lee, strategi yang paling baik adalah strategi yang kita temukan sendiri di dalam diri kita. “Kalau kamu berkelahi hanya berpaku pada penggunaan strategi yang diajarkan buku di kelas, namanya bukan berkelahi (tetapi belajar berkelahi)”.
Kecerdasaan Intelektual ( IQ ) anak telah ditumbuh kembangkan di sekolah, misalnya melatih keterampilan teknis dan pengetahuan ilmiah anak. Lalu, bagaimana dengan EQ dan SQ ?
a. Melatih Kecerdasan Emosi Anak
Kini orang tua semakin peduli dengan karakter anak. Para orang tua semakin sadar dan yakin bahwa keberhasilan anak tidak lagi cukup dengan ketrampilan teknis dan pengetahuan ilmiah, namun juga dengan kemampuan pengendalian diri dan hidup bermasyarakat.
Secara garis besar ada dua hal utama dalam kecerdasan emosi, yaitu :
1. Mengenalkan dan mengajarkan berbagi jenis emosi kepada anak
Tips sederhana dalam mengajarkan kecerdasan emosi adalah dengan sering menyebutkan berbagai jenis emosi kepada anak. Misalnya anak sedang cemberut, maka sebagai orang tua kita dapat menegaskan situasi emosi tersebut kepada anak, misalnya dengan menanyakan, “Adik cemberut, apa sedang kesal? Adik kesal apa karena Ibu melarang nonton TV?” Dengan demikian anak dipandu untuk terbiasa mengenali kondisi emosi dirinya dan penyebab munculnya emosi itu.
2. Mengelola emosi
Setelah anak tersebut tahu berbagai macam emosi yang ada pada diri seseorang, langkah selanjutnya adalah mengajarkan kepada anak bagaimana mengelola emosi tersebut.
Tips sederhana untuk mengelola emosi adalah Ketika orang tua marah, sedih, bingung, kesal, gembira, dan situasi emosi lainnya, orang tua juga perlu menyampaikan alasannya. Misalnya, seorang anak bermain dan tidak membereskan mainannya setelah selesai, sang Ibu bisa berkata, “Adik, Ibu sangat kesal melihat mainan yang berantakan, karena Ibu menjadi repot membereskannya. Ibu akan senang kalau Adik membantu Ibu membereskan mainan sendiri.” Dengan pernyataan itu sang anak akan belajar mengenali situasi emosi ibunya (kesal), sebab munculnya (mainan berantakan), dan mengapa sebab tersebut menyebabkan munculnya emosi tertentu (kesal karena repot membereskannya). Perlu ditunjukkan ekspresi yang sesuai dengan emosi saat melatih anak kecil (kalau kesal ya jangan tersenyum, namun tunjukkan wajah serius dan cemberut). Semakin dewasa nanti semakin mungkin menyampaikan emosi dengan ekspresi yang berlawanan misalnya dalam bentuk sindiran (kesal, namun tersenyum).
Apabila anak sedari dini usia telah sering dilatih untuk peka dalam mengenali emosi, maka semakin dewasa akan semakin mudah mengenali emosi, dan akhirnya dapat menyesuaikan sikapnya dengan situasi emosi yang ada.
b.Melatih Kecerdasan Spiritual Anak
Jika anak balita memiliki SQ paling tinggi, dia jujur mengungkapkan sesuatu beradsarkan apa yang ada di lubuk hatinya. Bila tak suka, anak balita akan bilang tak suka, tak memanipulasi jawabannya. Sejalan bertambahnya usia, SQ akan menurun, karenanya orangtua harus terus mengajarkan anak untuk mengembangkan SQ-nya, misal mengajarkan anak bahwa kakak menolong adik bukan karena dilandasi kewajibannya sebagai kakak semata, namun dilandasi nilai kasih sayang pada adik.
Kemampuan IQ tinggi dengan dibarengi EQ belum cukup jika tidak dibarengi oleh SQ. Misalnya pada kasus mengejar uang dan jabatan dengan cara mengabaikan apakah intelektual dan emosi yang digunakan telah menyingggung atau merugikan orang lain.
Pakar Sosilog anak DR Howard Gardner dalam riset yang dilakukannya mendapati adanya kecerdasan anak yang majemuk. Dalam kesimpulannya, tidak ada anak bodoh dan pintar. "Yang ada anak yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan" ujarnya.Sikap dan pengetahuan orangtuanyalah yang menentukan apakah potensi kecerdasan anak akan berkembang atau justru padam.
F. Peran IQ, EQ, dan SQ pada Kesuksesan
kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kemampuan otak dan daya pikir semata, malah lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Tentunya ada yang salah dalam pola pembangunan SDM selama ini, yakni terlalu mengedepankan IQ, dengan mengabaikan EQ dan SQ. Oleh karena itu kondisi demikian sudah waktunya diakhiri, di mana pendidikan harus diterapkan secara seimbang, dengan memperhatikan dan memberi penekanan yang sama kepada IQ, EQ dan SQ.
Pendidikan sekolah bukan lagi satu-satunya tumpuan keberhasilan seseorang dalam meraih kebahagiaan. Sistem pendidikan yang dikenal selama ini hanya menekankan pada nilai akademik, kecerdasan otak saja. Siswa dituntut belajar mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi sekedar supaya memeroleh nilai bagus yang dapat dijadikan bekal mencari pekerjaan. Kecerdasan IQ ditengarai tidak berjalan seimbang dengan dua kecerdasan lainnya, yakni kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual. Di sisi lain, dijumpai kekerasan dan penyimpangan perilaku. Keahlian dan pengetahuan saja tidaklah cukup, perlu ada pengembangan kecerdasan emosi, seperti inisiatif, optimis, kemampuan beradaptasi. EQ dengan garis hubung antara manusia dengan manusia yang lain. Sedangkan SQ, hubungan manusia dengan Tuhan. Tiga kecerdasan tersebut tidak bisa dipisahkan. Ketika seseorang berhasil meraih kesuksesan dengan memaksimalkan IQ dan EQ, seringkali ada perasaan hampa dalam kehidupan batinnya, karena mereka tidak memuat SQ.
Peran IQ, EQ, dan SQ diantaranya dapat meningkatkan motivasi karyawan dalam bekerja. Bahkan bisa merubah budaya ketidakdisplinan menjadi disiplin dan meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Metodologi training yang diterapkan akan menuntun peserta membangkitkan 7 nilai dasar, yakni kejujuran, keadilan, kedisiplinan, tanggung jawab, visioner, kerjasama, dan kepedulian. Tujuh nilai dasar itu sebenarnya sudah ada dalam diri manusia. Sehingga melalui pelatihan akan menghasilkan peningkatan secara berkesinambungan dan berkelanjutan seumur hidup.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
ü kecerdasan adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif, kemampuan untuk belajar; keseluruhan pengetahuan yang diperoleh, serta kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
ü Kecerdasan Intelektual (IQ) atau Inteligensi adalah kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan menggunakan alat-alat berpikir.
ü Kecerdasan emosi (EQ) adalah kapasitas, kemampuan, dan ketrampilan untuk menangkap atau menilai serta mengendalikan emosi diri sendiri, orang lain, dan kelompok.
ü Kecerdasan spiritual (SQ) kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu Kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
ü orang yang memiliki IQ tinggi tetapi tidak dibarengi dengan EQ, bagaikan paku yang pernah dihujam ke sebatang kayu, walaupun bisa dicopot kembali namun lubang itu akan masih tetap ada. Disinilah EQ itu bekerja dan mampu memberikan kesuksesan dalam diri kita. EQ dan komunikasinya yang baik mampu memberikan apresiasi ke dalam diri sendiri dan orang lain. EQ membantu kita menjadi seseorang yang sukses dalam bersosial dan berkehidupan. Namun tanpa SQ, tidak menyadari makna/value dalam diri serta siapa dirinya dan untuk apa dirinya diciptakan.
ü keseimbangan IQ, EQ dan SQ merupakan substansi dari ajaran Islam. Dengan IQ, manusia disuruh berfikir untuk hal yang positif, memikirkan kekuasaan Allah sehingga dapat mensyukurinya. Dengan EQ, manusia harus memelihara hati agar tidak kotor dan rusak, serta bersifat terpuji. Dengan SQ, manusia harus menempatkan perilaku dan hidupnya dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, mampu menilai bahwa tindakan mana yang bermanfaat dan tidak menimbulkan kemaksiatan.
ü Contoh penerapan IQ, EQ, dan SQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan tentang hidup kita. Kita bisa menggunakan IQ yang menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif, akurat, dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap pilihan keputusan yang ada. Kita bisa menggunakan EQ dengan menonjolkan kemampuan memahami (empati) kebutuhan dan perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam menimbang dan memutuskan. Kemudian dengan SQ kita dapat menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup apa yang lebih bermakna supaya tidak sia-sia.
ü Peran IQ, EQ, dan SQ selain memiliki pengetahuan dan keterampilan, diantaranya dapat meningkatkan motivasi, meningkatkan rasa tanggung jawab, membangkitkan nilai-nilai dasar pada diri seseorang, yakni kejujuran, keadilan, kedisiplinan, tanggung jawab, visioner, kerjasama, dan kepedulian. Sehingga akan menghasilkan manusia yang berkualitas dan profesional secara berkesinambungan dan berkelanjutan seumur hidup. Inilah peran IQ, EQ,dan SQ yang menjadi salah satu kunci sukses seseorang.
B. Saran
ü Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia, gunakanlah kecerdasan itu dengan sebaik-baiknya dalam hal kebajikan.
ü Sebagai pendidik (calon pendidik), dalam mewujudkan diri sebagai pendidik yang profesional dan bermakna, tugas kemanusiaan kita adalah berusaha membelajarkan para peserta didik untuk dapat mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang dimilikinya, melalui pendekatan dan proses pembelajaran yang bermakna (SQ), menyenangkan (EQ) dan menantang atau problematis (IQ), sehingga pada gilirannya dapat dihasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas baik dari otak maupun hatinya.
ü Untuk menjadi seorang pribadi yang sukses kita harus mampu menggabungkan dan mensinergikan IQ, EQ, dan SQ. Ilmu tanpa hati adalah buta, sedangkan ilmu tanpa hati dan jiwa adalah hampa. Ilmu, hati, dan jiwa yang bersinergi itulah yang memberikan makna.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian ,Ary Ginanjar. 2001. ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam ; Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Sipritual. Jakarta : Arga.
Agustian, Ary Ginanjar. 2002. Emotional Spiritual Quoteint (ESQ). Jakarta : Arga
Makmun ,Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Artati,yulia. 2006. kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosi (EQ) & Kecerdasan Spiritual (SQ). The Mail Archive (Online), (http://www.mail-archive.com/wanita-muslimah@yahoogroups.com/msg16646.html, diakses tanggal 10 Mei 2009).
Sudrajat, Ahmad. 2008. IQ, EQ dan SQ; dari Kecerdasan Tunggal ke Kecerdasan Majemuk.artikel, berita, bimbingan dan konseling, KTSP, makalah, opini, pendidikan, psikologi pendidikan, umum (Online) (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/iq-eq-dan-sq-dari-kecerdasan-tunggal-ke-kecerdasan-majemuk/ , diakses tanggal 10 Mei 2009).
http://ridhaacmal.blogspot.com/2009/05/iq-eq-dan-sq.html
0 komentar:
Posting Komentar